Monday 13 July 2015

Health-Spending-and-Inequality: India, China, Russia, and Indonesia in Comparative Perspective

Health-Spending-and-Inequality: India, China, Russia, and Indonesia in Comparative Perspective


In recent years, the emerging economies of China, India, Russia, and Indonesia have sought to increase healthcare spending and introduce legislation that improves both access to and the overall quality of healthcare. In each of these nations, political leaders have come to realize an imminent link between improved healthcare and sustainable economic growth, peace, and prosperity. Increased healthcare spending is also believed to be associated with an overall reduction in inequality, such as in the areas of income, consumption, gender, geography, and health. This is due to the additional income gained from improved access to public health services, better health, longer working hours, and in some instances financial protection through national health insurance programs. Testing the empirical validity of these linkages has received scant attention in the emerging nations, both within governments as well as the policy and scholarly community.


Buku Referensi - HUMAN RIGHTS CITIES



Buku Referensi - HUMAN RIGHTS CITIES

Milenium baru disertai dengan kenyataan bahwa setengah dari populasi dunia tinggal di wilayah perkotaan, dan para ahli memperkirakan bahwa pada tahun 2050 tingkat urbanisasi di dunia akan mencapai 65%. Perkotaan merupakan wilayah yang memiliki potensi kekayaan dan keberagaman ekonomi, lingkungan, politik dan budaya yang luas. Cara hidup masyarakat perkotaan mempengaruhi cara kita berhubungan dengan sesama manusia dan wilayah sekitar.

Namun, bertentangan dengan keberadaan potensi ini, model pembangunan yang diterapkan di sebagian besar negara-negara miskin ditandai dengan kecenderungan untuk melakukan konsentrasi pada pendapatan dan kekuasaan sehingga mengakibatkan terjadinya kemiskinan dan pengucilan, yang berkontribusi terhadap degradasi lingkungan, mempercepat proses migrasi dan urbanisasi, segregasi sosial dan spasial, serta privatisasi kesejahteraan umum maupun ruang publik. Proses ini mendukung meluasnya proliferasi daerah perkotaan yang ditandai dengan kemiskinan, kondisi yang genting, dan kerentanan terhadap bencana alam.


Briefing Paper - Perkembangan Penyusunan Agenda Pembangunan Pasca‐2015

Briefing Paper 01 - Januari 2015

Pembangunan Global Baru : Perkembangan Penyusunan Agenda Pembangunan Pasca‐2015

Oleh: Hamong Santono dan Sugeng Bahagijo

Bulan September tahun ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan menggelar hajatan besar dan
akan memutuskan kerangka kerja pembangunan global baru pengganti Millenium Development Goals (MDGs). Kerangka kerja ini kemungkinan besar akan berlaku hingga tahun 2030.

Berbeda dengan penyusunan MDGs 14 tahun yang lalu, penyusunan kerangka kerja pembangunan
global yang baru ini disusun dengan melibatkan banyak pihak dan melalui beragam proses yang
dimulai sejak tahun 2010. Sejauh ini, belum disepakati nama dari kerangka kerja pembangunan
global yang baru tersebut, namun saat ini sebagian besar menyebutnya sebagai pembangunan
Pasca-2015 dan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Tulisan ini akan menggunakan istilah
pembangunan Pasca-2015.

G20 and Addressing the Issue of Inequality, Unemployment and Financing: Summary of Recommendations from Indonesian Civil Society


POSITION PAPER OF INDONESIAN CIVIL SOCIETY

G20 and Addressing the Issue of Inequality, Unemployment and Financing: Summary of Recommendations from Indonesian Civil Society

Prepared By:
Khoirun Nikmah (INFID) and Yustinus Prastowo (Perkumpulan Prakarsa)

As the chair of G20, Australia from the outset has emphasized on the importance of focusing efforts on preventing financial and economic crises. Australia therefore places robust growth on its priority list with greater private sector involvement in a view to build a more resilient
economy. This is manifested in the communiqué issued by finance ministers and central bank governors in February 2014 that sets a 2% growth target for the next five years.


G20 since early on has pushed for the framework of a strong, sustainable and balanced growth to set the tone for various discussions and negotiations. Civil society on the contrary takes a difference stance. Expectations are high for G20 to pay heed to three challenges within the prevailing economic
and financial system: rising inequality, worsening unemployment, and financing shortage. Civil
society therefore urges G20 to address these three challenges through sound policies

Report format PDF





HAS PROSPERITY BEEN FOR ALL?
REVISITING THE TREND OF VARIOUS DIMENSIONS OF INEQUALITY IN INDONESIA

By: Arief Anshory Yusuf

Since the start of the “New Order” government, up to and prior to the 1997 Indonesian economic crisis, it has brought about increase in income per capita by almost four times.
The increasing income of the average Indonesian has also been accompanied by outstanding reduction in poverty. Number of poor people fell from 54.2 million people in
1976 (40.1% of total population) to become 22.5 million people (11.3% of total population) in 1996 (Alisjahbana et al., 2003).




Bencana Kelaparan Yahukimo Papua


Bencana Kelaparan Yahukimo Papua

Laporan MDGs UN GA


Laporan MDGs UN GA

Konferensi INFID 2014 tentang Demokrasi untuk Semua


Konferensi INFID 2014 tentang Demokrasi untuk Semua

Demokrasi untuk semua oleh Sugeng Bahagijo


Demokrasi untuk semua oleh Sugeng Bahagijo

Kepada Pengurus Negeri



INFID-Post2015 - Kepada Pengurus Negeri

Demokrasi untuk semua oleh Khofifah Indar Parawangsa



Demokrasi untuk semua oleh Khofifah Indar Parawangsa

Demokrasi untuk semua oleh Budiman Sudjatmiko



Demokrasi untuk semua oleh Budiman Sudjatmiko (Anggota DPR dari PDIP)

Demokrasi untuk semua oleh Yenny Wahid



Demokrasi untuk semua oleh Yenny Wahid

Demokrasi untuk semua oleh Dian Kartikasari


Demokrasi untuk semua oleh Dian Kartikasari (Koalisi Perempuan Indonesia)

Demokrasi untuk semua oleh Zoemrotin K Susilo



Demokrasi untuk semua oleh Zoemrotin K Susilo

Demokrasi untuk semua oleh Hamong Santono



Demokrasi untuk semua oleh Hamong Santono

Demokrasi untuk semua oleh Jonna Damanik



Demokrasi untuk semua oleh Jonna Damanik (Direktur Majalah Diffa)

Demokrasi untuk semua oleh Beka Ulung Hapsara



Demokrasi untuk semua oleh Beka Ulung Hapsara

Demokrasi untuk semua oleh Lien Maloali

Demokrasi untuk semua
Lien Maloali


Laporan Ketimpangan di Indonesia 2014


TREND KETIMPANGAN DAN PILIHAN KEBIJAKAN INDONESIA
Laporan Ketimpangan di Indonesia 2014

Tim Penyusun:
Ah Maftuchan (Prakarsa), Alfindra Primadi (UI), Beka Ulung Hapsara, Hamong Santono
Kuskridho Ambardi (LSI), Siti Khoirun Nikmah, Sugeng Bahagijo

Penerbit: INFID, Februari 2015

Lima tahun terakhir, rata-rata perekonomian Indonesia tumbuh di atas 5%. Jauh di atas
rata-rata pertumbuhan ekonomi global sebesar 3%. Namun pada saat bersamaan, laju
ketimpangan kian pesat. Ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin semakin lebar.
Dalam situasi demikian, INFID menyambut baik pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla yang telah
memasukkan penurunan ketimpangan sebagai agenda pembangunan di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Pemerintah menargetkan
penurunan rasio gini dari 0,41 menjadi 0,37 hingga 0,36 di tahun 2019. Sebuah target yang
memerlukan kerja keras ditunjang dengan kebijakan ekonomi, sosial dan politik yang tepat.


CROSS-COUNTRY RESEARCH ON TAX POLICY AND INEQUALITY:


CROSS-COUNTRY RESEARCH ON TAX POLICY AND INEQUALITY:COMPARATIVE STUDY OF INDONESIA, SOUTH AFRICA AND BRAZIL

By :
YUSTINUS PRASTOWO
SUGENG BAHAGIJO
SITI KHOIRUN NIKMAH

Indonesia, South Africa and Brazil are developing countries with strong economic
performances in comparison with their peers, although this is accompanied by severe
inequalities. Inequality can create a number of problems, including unsustainable economic
growth. Taxation is an effective policy instrument that can be used by governments to tackle
the ever widening gap between rich and poor: taxes can be both a source of sustainable
funds for public spending and a tool for income redistribution. At the same time, the quantity
of tax revenue (the amount raised) and its quality (progressiveness, optimization of tax
expenditures) can provide benchmarks for assessing a country’s tax system in terms of
economic inequalities.

Available data show that the revenue performance of all three countries lags far behind that
of developed countries, and the way in which revenue is collected is far from equitable. In
Brazil, the tax revenue system is dominated by regressive indirect taxes. In South Africa
and Indonesia, tax revenues consist mostly of more progressive direct taxes but there is
a significant difference between income tax revenue collected from paid employees and
from self-employed individuals, reflecting low levels of voluntary tax compliance and a large
dependence on pay-as-you-earn (PAYE) systems or other withholding mechanisms.


Barometer Sosial 2015

Barometer Sosial merupakan metode pemantauan serta melakukan audit sosial terhadap
kinerja dan pencapaian hasil pembangunan dengan menggunakan kebijakan program sosial
sebagai indikatornya. Ini kali kedua Barometer Sosial diadakan. Sebelumnya Barometer
Sosial 2014 juga dilakukan dengan mengukur kinerja dan pencapaian hasil pembangunan
melalui program sosial tahun 2013. Saat ini INFID juga melakukan Barometer Sosial 2015
dengan mengukur kinerja pencapaian hasil pembangunan tahun 2014. Kedua pengukuran
itu dilakukan dengan metode survei menggunakan kuesioner. Barometer Sosial 2015
melibatkan sebanyak 2500 responden dari 34 provinsi di Indonesia.

Selain pengukuran Barometer Sosial, juga dilakukan pengukuran terhadap persepsi warga
mengenai sumber, faktor dan cara mengatasi ketimpangan sosial. Baik Barometer Sosial
maupun Ketimpangan Sosial merupakan indikator dari keadilan sosial. Kedua indikator
tersebut berangkat dari konsep dasar bahwa keadilan sosial harus diperjuangkan. Barometer
Sosial menjadi indikator dari seberapa jauh negara mengupayakan keadilan sosial melalui
bantuan-bantuan sosial, juga dapat dipahami sebagai upaya untuk mengetahui seberapa
jauh pemerintah mengurangi ketimpangan sosial. Di sisi lain, pengukuran Ketimpangan
Sosial dapat memberikan pemahaman kepada warga mengenai makna ketimpangan sosial,
di ranah mana terjadinya, faktor apa yang berperan, serta cara untuk mengatasinya.