Monday 27 March 2017

Sistem Khilafah Hanya Ilusi

Gus Ishom: Sistem Khilafah Hanya Ilusi

Jumat, 30 September 2016 11:04 
Pringsewu, NU Online

Setelah Rasulullah wafat, para sahabat segera bermusyawarah untuk memilih pengganti dan pelanjut estafet kepemimpinan beliau (khalifah) dari suku Quraisy. Sebagian orang Islam menjadikan peristiwa bersejarah ini sebagai salah satu dalil acuan untuk mewajibkan upaya menegakkan sistem khilafah dan kewajiban menunjuk khilafah.

Sebagian dari umat Islam ini juga apriori, tidak mengabsahkan dan bahkan berjuang keras untuk meruntuhkan setiap bentuk dan sistem lainnya.

"Saya tidak mengingkari peristiwa bersejarah tersebut, namun itu tidak lagi sejalan dan relevan dengan konteks politik kekinian. Misalnya syarat imam harus dari suku Quraisy itu sudah tidak mungkin bisa diterapkan lagi sekarang ini karena sistem khilafah kini tidak lagi berlaku dan diakui keabsahannya. Sedangkan sistem negara dalam dunia politik modern lebih memilih nation state apapun bentuknya," tegas Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin, Jumat (30/9).

Karena itu, menurutnya, saat ini tidak ada satu negara pun di dunia yang menganut sistem khilafah, apalagi khalifahnya berasal dari suku Quraisy. "Nation state dalam bentuk dan sistem pemerintahan apapun kini tidak bisa diingkari keabsahannya, sehingga umat Islam tidak lagi perlu berilusi apalagi memaksakan diri untuk menerapkan dan memperjuangkan sistem khilafah yang bersifat global," tegasnya.

Menurutnya, dapat dipastikan tidak akan ada satu pun negara di belahan dunia ini yang mau menyerahkan kedaulatannya secara damai atau cuma-cuma di samping tidak ada seorang khalifah yang bisa disepakati.

"Upaya tersebut selalu saja gagal sebagaimana HTI, Khilafatul Muslimin, ‘jihad’ ISIS dan lain-lain yang menghabiskan umur secara sia-sia untuk menegakkan sistem khilafah. Korban sudah berjatuhan, perpecahan dan kekacauan di beberapa negara muslim begitu nyata, namun hasilnya tidak ada alias gagal total," ungkapnya.

Lebih lanjut Ia mengingatkan bahwa nilai positif yang mestinya diteladani dari sejarah setelah wafat Rasulullah SAW adalah kewajiban untuk memilih pemimpin terbaik sehingga tidak boleh ada kevakuman dan pentingnya bermusyawarah untuk itu.

"Inilah nilai islami yang senantiasa relevan sepanjang masa untuk segala bentuk dan sistem negara dalam konteksnya yang modern," pungkasnya. 
(Muhammad Faizin/Alhafiz K)

No comments:

Post a Comment