Wednesday 12 August 2015

Deteksi Ketimpangan dengan Barometer Sosial oleh: BAGUS TAKWIN




    Apakah 70 tahun Indonesia akan menjadi titik balik perubahan kebijakan atau hanya menjadi kilasan waktu belaka. Sudahkah ketimpangan menjadi pusat perhatian pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla?





    Pengadaan program sosial oleh pemerintah adalah upaya memenuhi hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob). Ini tertuang dalam International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights 1966 yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005. Sejalan dengan yang termuat dalam Pasal 2 Ayat (1) Kovenan Hak Ekosob, Pemerintah Indonesia berjanji untuk mengambil langkah-langkah untuk mewujudkan secara penuh hak-hak tersebut.

    Selama lima tahun terakhir ini, Pemerintah Indonesia sudah berupaya mengatasi ketimpangan itu dengan mulai memberikan prioritas besar kepada kebijakan sosial. Bahkan, tahun 2013 Presiden dan DPR mengesahkan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang memerintahkan diberikannya jaminan kesehatan kepada semua warga mulai tahun 2014, serta tahun 2019 akan memiliki jaminan pensiun untuk semua warga.

    Itu patut dihargai, tetapi tampaknya pemerintah masih setengah hati. Kebijakan sosial yang dikeluarkan masih bersifat residual/selektif, bukan pendekatan universal. Bisa dilihat dari Program Keluarga Harapan (PKH) yang masih uji coba, dana Jamkesmas yang masih minim, dan sebagainya. Pendekatan itu perlu diubah agar program sosial menjadi lebih inklusif, untuk semua, memiliki nilai manfaat besar dan dilaksanakan secara imparsial, tidak diskriminatif.

    Untuk mempercepat terjadinya perubahan itu perlu keterlibatan pihak di luar pemerintah guna menemukan strategi dan siasat mengubah pendekatannya menjadi universal.

    Beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) telah melakukan pemantauan pembangunan melalui penelitian dan kajian yang penting dan bermanfaat. Namun, pemantauan itu masih tampak seperti tinjauan yang bersifat lokal dan sepotong-sepotong sehingga lebih menyerupai mosaik yang tidak menggambarkan persoalan secara menyeluruh. Untuk melengkapinya diperlukan pemantauan terhadap pelaksanaan program sosial di seluruh provinsi di Indonesia.


    Pengukuran kinerja program sosial

    Pada akhir 2013, Forum Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional untuk Pembangunan Indonesia (INFID) berinisiatif melakukan survei sosial, yang diberi nama Barometer Sosial 2014, dengan mengajak Lembaga Penelitian Psikologi Universitas Indonesia, Perkumpulan Prakarsa, dan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi.
    Survei sosial ini menjadi satu bentuk pemantauan pembangunan yang secara metodologis kuat serta diharapkan menjadi liputan media massa utama sehingga menjadi perhatian pengambil kebijakan. Sudah dua kali INFID melaksanakan survei Barometer Sosial. Setelah Barometer Sosial 2014, Barometer Sosial 2015 dilaksanakan oleh INFID bekerja sama dengan Yayasan Tifa, Oxfam Indonesia, dan Uni Eropa.

    Barometer Sosial adalah produk pemantauan dan audit sosial terhadap kinerja dan capaian pembangunan dengan menggunakan kebijakan-program sosial sebagai indikatornya. Menggunakan survei sebagai metodenya, Barometer Sosial mengukur kinerja dan capaian itu dari persepsi warga, sekaligus mendeteksi adanya ketimpangan sosial di masyarakat Indonesia.

    Barometer Sosial merupakan turunan dari konsep keadilan sosial yang diartikan sebagai perwujudan kesempatan dan peluang hidup yang setara. Keadilan sosial didasari oleh postulat: setiap individu harus diberdayakan untuk mengejar arah kehidupan yang ditentukannya sendiri, dan untuk terlibat dalam partisipasi sosial yang luas.

    Latar belakang sosial tertentu, seperti keanggotaan dalam kelompok tertentu atau ketidaksamaan titik awal, tidak diizinkan memengaruhi secara negatif rencana kehidupan pribadi.
    Prinsip keadilan sosial adalah akses, partisipasi, hak, harmoni, distribusi, diversitas, dan lingkungan yang mendukung. Dimensi keadilan sosial adalah (1) pencegahan kemiskinan, (2) akses ke pendidikan, (3) inklusi pasar tenaga kerja, (4) kohesi sosial dan nondiskriminasi, (5) kesehatan, dan (6) keadilan antargenerasi.
    Survei ini dilakukan untuk menggali penilaian warga terhadap program sosial yang diselenggarakan Pemerintah Indonesia. Evaluasi dari sudut pandang warga ini dilakukan untuk mengatasi dan memperkecil kemungkinan bias rezim dalam evaluasi dan laporan pemerintah.

    Lebih jauh lagi, ingin diketahui bagaimana dan sejauh mana program sosial pemerintah sampai dan tersaji kepada warga. Di situ digali pendapat warga mengenai aspek pelaksanaan program sosial yang menentukan keberhasilan program, seperti akses warga terhadap program, informasi mengenai program, tepat atau tidaknya sasaran program, jelas atau tidaknya pengaturannya, serta sulit atau mudahnya warga mendapatkan bantuan.


    Temuan Barometer Sosial

    Dari dua pengukuran yang sudah dilakukan, diketahui bahwa kebutuhan akan program sosial di Indonesia sangat tinggi. Warga sangat membutuhkan program sosial, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, dan dukungan usaha. Kebutuhan itu merata di hampir semua provinsi. Ini bisa jadi indikasi dari adanya deprivasi kebutuhan dasar pada warga. Menurut warga, jumlah bantuan yang dibutuhkan itu sangat sedikit.

    Indeks Barometer Sosial 2014 dan 2015 mengindikasikan bahwa pelaksanaan program yang ada belum optimal. Masih terjadi penyimpangan dari aturan, tidak tepat sasaran, prosesnya berbelit-belit sehingga merepotkan dan membebani warga yang berhak menerimanya. Informasinya pun tidak jelas. Pelayanan program dinilai tidak memuaskan dan lambat. Masih ada ketidaksesuaian barang/jasa/uang dengan kebutuhan. Analisis kebutuhan tidak dilakukan optimal sehingga alasan penentuan program sosial tidak jelas.

    Berdasarkan persepsi warga, sebagian besar kriteria keadilan distributif belum terpenuhi. Distribusi sumber daya dan kesejahteraan belum merata. Kriteria keadilan prosedural pun masih banyak yang tidak terpenuhi. Ini terlihat dari ketidakjelasan informasi, aturan, dan prosedur program. Konsep dan perencanaan program sosial yang tidak matang serta belum melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder) juga menjadi indikasi dari belum terpenuhinya keadilan prosedural.

    Untuk menjaga dan mengembangkan kualitas program sosial pemerintah, diperlukan audit independen. Audit ini merupakan bagian dari sistem pengendalian kualitas pelaksanaan program, termasuk kontrol terhadap kualitas bantuan dan pelayanan, kemudahan akses terhadap program, efektivitas prosedur pemberian bantuan, manfaat dari bantuan, dan keberlanjutannya.

    Selain itu, perlu juga dikaji lebih jauh jenis bantuan apa yang diperlukan, apakah yang berorientasi pada penguatan orang atau pemberian barang, kepada komunitas, atau kepada orang per orang. Diperlukan standar pelaksanaan program sosial, mencakup prosedur, durasi, frekuensi, besaran bantuan, proses pemberian bantuan, target penerima bantuan, pelaksana program, serta aktivitas pemantauan dan evaluasi. Standar itu perlu diberlakukan di setiap kementerian terkait program sosial, provinsi, dan kabupaten/kota.
    Dengan cara ini, program sosial dapat berperan lebih signifikan terhadap pemenuhan hak-hak ekosob warga.

    BAGUS TAKWIN, DOSEN UI DAN MITRA KERJA INFID
    Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Agustus 2015, di halaman 6 dengan judul "Deteksi Ketimpangan dengan Barometer Sosial".

    http://print.kompas.com/baca/2015/08/10/Deteksi-Ketimpangan-dengan-Barometer-Sosial

    No comments:

    Post a Comment